Memahami Komponen Eksposur Dalam Fotografi

blog2Istilah eksposur dalam fotografi tidak bisa lepas dari satu faktor utama dalam fotografi itu sendiri yaitu cahaya (light). Dalam teori fotografi eksposur didefinisikan sebagai jumlah cahaya yang dibolehkan mengenai media film atau sensor. Semakin banyak cahaya yang mengenai film atau sensor maka foto yang dihasilkan akan semakin terang, demikian juga sebaliknya. Bila sebuah foto menjadi terlalu terang, foto tersebut dinamakan over eksposur, sedang foto yang terlalu gelap disebut under eksposur. Untuk mengatur masuknya cahaya ke dalam kamera, terdapat dua komponen utama, yaitu shutter dan aperture.

Shutter

Shutter berfungsi sebagai komponen penentu berapa lama cahaya diperbolehkan untuk mengenai sensor. Pada saat tombol rana ditekan, shutter akan membuka untuk beberapa saat dan kemudian menutup kembali. Waktu yang diperlukan untuk shutter membuka hingga menutup ini selanjutnya disebut sebagai kecepatan shutter (shutter speed). Kecepatan shutter ini bisa diatur pada kamera, mulai dari nilai tertinggi hingga terendah (nilai ini bervariasi untuk tiap jenis kamera). Semakin cepat shutter dibuka maka semakin sedikit cahaya yang bisa dimasukkan, sebaliknya semakin lama shutter dibuka maka semakin banyak cahaya bisa masuk ke kamera. Nilai kecepatan shutter yang tersedia (dalam satuan detik) adalah berupa deret kelipatan baku seperti berikut :

1 – 1/2 – 1/4  – 1/8 – 1/15 – 1/30 – 1/60 – 1/125 – 1/250 – 1/500 – 1/1000

Dari deret diatas dapat kita lihat kalau kelipatan nilai ini merupakan kelipatan dua. Jadi 1/30 detik adalah dua kali lebih lambat dibanding 1/60 detik, sehingga kalau nilai shutter di kamera dirubah dari 1/60 detik ke 1/30 detik artinya jumlah cahaya yang masuk ke kamera ditambah dua kali lipat lebih banyak dari sebelumnya. Demikian juga 1/500 detik itu dua kali lebih cepat dari 1/250 detik, sehingga kalau nilai shutter dirubah dari 1/250 detik menjadi 1/500 detik itu artinya jumlah cahaya yang masuk dikurangi setengah dari sebelumnya.

Selain berguna untuk mengatur terang gelapnya sebuah foto, berkreasi dengan kecepatan shutter selanjutnya bisa menghasilkan foto high-speed dan foto slow-speed yang keduanya punya keunikan dan nilai seni tersendiri. Hanya saja memakai kecepatan shutter yang terlalu lambat diperlukan tripod untuk mencegah foto blur karena getaran tangan saat memotret.

Aperture

Kendali eksposur yang kedua adalah aperture. Aperture adalah bagian di dalam lensa berupa lubang yang bisa membesar dan mengecil (biasa disebut bukaan lensa atau diafragma), dimana semakin besar bukaannya maka makin banyak cahaya yang bisa masuk, sebaliknya semakin kecil bukaannya maka cahaya yang bisa masuk semakin sedikit. Besar kecilnya bukaan diafragma ini dinyatakan dalam f-number, dimana f-number kecil menyatakan bukaaan besar dan f-number yang besar menyatakan bukaan kecil. F-number standar untuk lensa modern adalah seperti berikut ini (urut dari bukaan terbesar hingga terkecil) :

f/1.4 – f/2 – f/2.8 – f/4 – f/5.6 – f/8 – f/11 – f/16 – f/22

Konsep pengaturan cahaya dengan mengubah bukaan lensa memang sedikit lebih rumit untuk dipahami. Pertama yang perlu diingat, deret diatas merupakan kelipatan satu stop atau satu Exposure Value (EV). Bila kita menaikkan bukaan lensa sebesar satu stop (misal dari f/11 ke f/8) artinya kita menambah jumlah cahaya yang masuk ke kamera dua kali lipat, sementara bila kita mengecilkan bukaan lensa sebesar satu stop (misal dari f/2.8 ke f/4) artinya kita mengurangi jumlah cahaya yang masuk ke dalam kamera sebanyak setengahnya.

Kedua, untuk pengaturan yang lebih presisi, diafragma pada lensa modern mampu diatur dalam step yang lebih kecil, umumnya adalah kelipatan 1/2 dan 1/3 stop. Sebagai contoh, diantara f/2.8 hingga f/8 ada beberapa f-number dengan kelipatan 1/3 stop (ditandai dengan warna biru) yaitu :

f/2.8 – f/3.2 – f/3.5 – f/4 – f/4.5 – f/5 – f/5.6 – f/6.3 – f/7.1 – f/8

Dari deret diatas, tampak kalau ternyata diantara f/2.8 dan f/4 masih tersedia dua f-number  lain yang mewakili 1/3 EV yaitu f/3.2 dan f/3.5. Dengan demikian kita punya keleluasaan dalam mengendalikan bukaan dengan lebih halus dan lebih presisi.

Selain sebagai kendali terang gelapnya sebuah foto, berkreasi dengan bermacam variasi bukaan lensa juga menentukan kedalaman foto atau depth-of-field. Foto yang diambil memakai bukaan besar akan memberikan latar belakang yang blur (out of focus), sementara bukaan kecil akan memberikan latar belakang yang tajam.

ISO

Selain dua komponen diatas, masih ada satu faktor lagi yang ikut berperan dalam menentukan eksposur, yaitu sensitivitas film atau sensor yang biasa disebut dengan ASA atau ISO. Tingkat sensitivitas ini dinyatakan dalam angka dan juga dibuat mengikuti deret kelipatan dua (satu stop) yaitu :

ISO 100 – 200 – 400 – 800 – 1600 – 3200 – 6400

 ISO 100 menjadi ISO terendah (sekaligus menjadi nilai ISO default) dan pada nilai ini sensitivitas sensor berada di nilai terendah. Untuk membuat sensor lebih sensitif terhadap cahaya, nilai ISO ini bisa dinaikkan ke nilai ISO yang lebih tinggi. Saat ISO dinaikkan, sinyal tegangan output sensor dibuat lebih besar sehingga kamera menjadi lebih peka cahaya. Teorinya, bila ISO dinaikkan sebanyak satu stop berarti sensitivitas sensor dinaikkan sebesar dua kali lipat. Pada pemakaian sehari-hari, ISO yang digunakan bisa memakai nilai default di ISO rendah (misal ISO 100). ISO yang lebih tinggi dibutuhkan pada dua kondisi, pertama saat low-light atau dipakai di tempat kurang cahaya. Kedua, ISO tinggi diperlukan saat kita memerlukan kecepatan shutter yang lebih cepat. Misal saat memakai ISO 100 nilai kecepatan shutter yang didapat adalah 1/500 detik, maka apabila ISO dinaikkan satu stop ke ISO 200 yang terjadi adalah kecepatan shutter juga naik satu stop menjadi 1/1000 detik (anggap bukaan lensa tidak berubah). Namun perlu diingat kalau ISO tinggi juga membawa konsekuensi adanya noise dalam foto. Untuk kamera film, nilai ASA ditentukan pada film yang kita gunakan sehingga untuk berganti nilai ASA kita harus mengganti film yang dipakai.

Reciprocity

Mengatur eksposur bisa dilakukan secara manual ataupun otomatis (ditentukan oleh kamera). Pada kebanyakan kamera saku, kita tidak bisa menentukan nilai kecepatan shutter ataupun bukaan lensa. Bahkan ada juga kamera yang tidak membolehkan kita untuk mengatur nilai ISO alias kamera secara otomatis akan menentukan nilai ISO dari tiap foto yang kita ambil. Namun bila pada kamera tersedia kendali eksposur secara manual, kita bisa berkreasi mengatur eksposur untuk tiap foto yang akan kita ambil. Pengaturan kecepatan shutter, bukaan lensa dan nilai ISO yang tepat akan saling bersinergi untuk mendapatkan eksposur yang kita inginkan.

Dalam prakteknya di lapangan, kita bisa menghasilkan beberapa foto dengan eksposur yang sama padahal dihasilkan memakai variasi pasangan nilai shutter dan aperture yang beragam. Misal sebuah foto diambil memakai kecepatan shutter 1/125 detik dan bukaan f/5.6 dan kita ingin menghasilkan foto lain yang eksposurnya sama tapi settingnya berbeda. Maka yang bisa kita lakukan adalah :

  • Menurunkan kecepatan shutter menjadi 1/60 detik (satu stop lebih lambat) dan mengecilkan bukaan lensa menjadi f/8 (satu stop lebih kecil).
  • Menaikkan kecepatan shutter menjadi 1/250 detik (satu stop lebih cepat) dan memperbesar bukaan lensa menjadi f/4 (satu stop lebih besar).

Tampak kalau pada opsi pertama kita lihat dengan melambatkan kecepatan shutter satu stop berarti kita membuat foto jadi lebih terang, maka untuk mendapat eksposur yang tepat, kita harus mengecilkan bukaan lensa untuk mengimbanginya.

Sedangkan pada opsi kedua adalah kebalikannya. Dengan menaikkan kecepatan shutter artinya kita membuat foto jadi lebih gelap dan untuk mendapat eksposur yang tepat, harus diimbangi dengan memperbesar bukaan lensa.

Jadi bila kita mengekspos sensor untuk waktu yang lebih lama, maka di sisi yang lain kita harus mengecilkan bukaan lensa untuk mengurangi cahaya yang masuk sehingga bisa didapat nilai eksposur yang sama. Singkatnya, kalau yang satu ditambah, yang satu lagi harus dikurangi, sehingga hasil akhirnya akaan tetap sama. Inilah yang disebut dengan prinsip reciprocity dalam teori fotografi.(EM)